Publikasi Hasil Analisis Data Pengukuran Stunting Tingkat Kabupaten Karo
Perkembangan Sebaran Prevalensi Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 (dua) tahun. Dengan demikian periode 1000 hari pertama kehidupan seharusnya mendapat perhatian khusus karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan.
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting adalah intervensi yang dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Intervensi anak kerdil (Stunting) memerlukan konvergensi program/intervensi dan upaya sinergis pemerintah serta dunia usaha/masyarakat. Pada Tahun 2021, Pemerintah Daerah Kabupaten Karo telah mengadakan Rembuk Stunting dengan menetapkan 25 lokus desa untuk intervensi spesifik dan sensitif pada lokus tersebut.
Berikut adalah Grafik sebaran stunting di Kabupaten Karo :
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase balita Stunting di Kabupaten Karo dari tahun 2014 sampai tahun 2023. Pada tahun 2021 persentase stunting sebesar 17.18 %, tahun 2022 terjadi penurunan sebesar 16,26 dan menurun kembali pada tahun 2022 sebesar 8,88 %. Jika dibandingkan data hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI) dengan data hasil ePPGBM terlihat kesenjangan yang sangat significant. Ini disebabkan karena pengukuran balita belum terlaksana dengan baik dan alat ukur yang belum sesuai dengan standard.
Berikut adalah Grafik sebaran stunting di Kabupaten Karo:
Angka Stunting berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun 2021 - 2023
Sumber: (EPPGBM Tahun 2021 dan 2023)
Persentase Balita yang Diukur berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Karo Tahun 2021 - 2023
Sumber: (EPPGBM Tahun 2021 dan 2023)
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase balita Stunting di Kabupaten Karo dari tahun 2021 sampa tahun 2023. Sebagian besar Kecamatan mengalam penurunan stunting di wilayahnya. Begitu juga dengan balita yang dikur mengalam peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2021 persentase balita yang diukur sebesar 65,35 %, meningkat pada tahun 2022 sebesar 82,85 % begitu juga pada tahun 2023 juga mengalami peningkatan sebesar 88, 62 %. Tapi ada beberapa puskesmas yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak balita yang belum diukur dan salah dalam pengukuran. Penurunan stunting menunjukkan adanya konvergensi program/intervensi upaya percepatan pencegahan stunting telah mampu menurunkan persentase balita stunting di Kabupaten Karo.
Pemerintah Kabupaten Karo dalam menurunkan persentase stunting melakukan konvergensi antara lintas program dan lintas sektor dengan membentuk tim konvergensi stunting dengan Peraturan Bupati dan Peraturan Desa serta 8 (delapan) aksi konvergensi stunting. Untuk intervensi spesifik dan sensitif Pemerintah Kabupaten Karo melakukan kegiatan 20 indikator penurunan stunting dan inovasi stunting yang tersebar di wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Karo.
A. Faktor Determinan Yang Memerlukan Perhatian
Dari hasil analisis pengukuran dan publikasi stunting, faktor determinan yang menjadi perhatian yang harus ditanggulangi pada balita khususnya baduta adalah asupan Makanan yang tidak adekuat (Pola Makan yang tidak baik) dan penyakit Infeksi (sanitasi: akses air bersih dan kebersihan lingkungan masih kurang, masih ada Rumah Tangga yang tidak memiliki jamban) dan hygiene (kebersihan diri) yang masih kurang baik. Sedangkan faktor pendukung yang mempengaruhi stunting adalah koordinasi antara Bidan Desa, Kader dan Perangkat Desa, tingkat pengetahuan Petugas Puskesmas, Bidan Desa dan Kader Posyandu, ketersediaan alat ukur dan sarana posyandu, tingkat pengetahuan ibu hamil dan orang tua balita, pola asuh, koordinasi antar lintas program dan lintas sektor.
Faktor determinan menjadi penyebab utama stunting. Pola makan yang tidak baik dan kesehatan lingkungan masih menjadi masalah yang besar. Beberapa wilayah masih mengalami kesulitan dalam akses air bersih dan jamban. Begitu juga dengan hygiene (kebersihan diri) merupakan perilaku yang sulit untuk diubah. Faktor pendukung masih merupakan masalah yang harus segera di tanggulangi karena dapat menjadi penghambat dalam penanggulangan faktor determinan (penyebab utama). Kurangnya koordinasi antara Petugas Puskesmas, Bidan Desa, Kader dan Kepala Desa menyebabkan masyarakat kurang menerima program yang disampaikan sehingga program yang disampaikan salah sasaran. Masih diperlukan konvergensi kegiatan penanggulangan stunting antar lintas sektor agar kegiatan yang dilakukan tepat sasaran dan sesuai dengan permasalahan.
B. Perilaku Kunci Rumah Tangga 1000 HPK yang Masih Bermasalah
Intervensi utama untuk penanggulangan stunting adalah pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Kegiatan yang telah dilakukan dari Dinas kesehatan adalah pemantuan ibu hamil, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada ibu hamil dan balita, Inisiasi Menyusu Dini IMD), Asi Eksklusif, Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil dan remaja putri, edukasi gizi seimbang. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan 100 HPK ini di Desa, kurangnya koordinasi kegiatan dengan antara Puskesmas, Kader dan Kepala Desa. Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana bersama dengan Puskesmas juga telah melakukan monitoring sekaligus anallisa masalah yang terjadi di desa menunjukkan Pola Asuh Balita, Pola Konsumsi Ibu hamil dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Masyarakat masih membutuhkan intervensi dan pembinaan. Setiap tahun Ibu Hamil Anemia dan Kurang Energi Kronis telah mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan). Remaja Putri telah mendapatkan intervensi berupa pemberian Tablet Tambah Darah baik remaja yang ada di sekolah maupun di Desa. Namun, ada sebaagian remaja putri yang masih belum mau mengkonsumsi TTD secara teratur meskipun telah mendapatkannya karena kurangnya motivasi diri ataupun minat remaja putri tersebut untuk megkonsumsi TTD tersebut.
Hasil dari pelaksanaan kegiatan penurunan stunting mealui intervensi spesifik yang berkolaborasi dengan intervensi sensitif menunjukkan persentase stunting menurun sebesar 16,26 % pada tahun 2022. Hal tersebut menggambarkan dengan adanya konvergensi dalam pencegahan stunting dapat menekan terjadinya peningkatan stunting.
C. Kelompok Sasaran Berisiko
Pemerintah
Daerah Kabupaten Karo
sangat mengharapkan dukungan dari berbagai sektor untuk menangani dan
mencegah bertambahnya balita stunting di Kabupaten Karo
melalui Konvergensi Pencegahan Stunting yang akan dilaksanakan
sebelum Musrenbangdes. Pemerintah Kecamatan dan Desa diharap dapat
bekerjasama dan berpartisipasi aktif dalam hal ini.
Publikasi Tingkat Kabupaten
Bujur....